Pages

Kamis, 27 Juni 2013

Penjelasan Ayat Dakwah Surah Al-Imran 110



TERJEMAHAN SURAH AL-IMRAN 110



كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ(110)

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imran 110). Predikat Dari Allah SWT untuk Umat Muhammad saw 


Firman Allah SWT di atas merupakan pernyataan dari Allah SWT bahwa umat Sayyidina Muhammad saw., yakni kaum muslimin, sebagai umat yang terbaik di antara umat manusia di muka bumi. Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengutip sebuah hadits dari Bahz bin Hakim bahwa tatkala membaca ayat ini Rasulullah saw. bersabda:

أنتم تتمون سبعين أمة أنتم خيرها و أكرمها عند الله

“Kalian adalah penyempurna dari 70 umat, kalian yang terbaik di antara mereka dan termulia di sisi Allah” (HR. At Tirmidzi).


Menurut Imam Qurthubi dan Imam Ibnu Katsir, predikat tersebut sama dengan predikat “ummatan wasathan” yang Allah sebut dalam firman-Nya:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Al-Baqarah 143)


Berkaitan dengan kondisi umat yang terpuruk sekarang ini, ada yang bertanya apakah predikat tersebut hanya untuk kaum muslimin terdahulu, yakni di masa shahabat, ataukah berlaku hingga hari kiyamat?


Menurut Ibnu Abbas r.a., sebagaimana dikutip Imam Al Qurthubi, kelompok orang yang berpredikat umat terbaik yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah, yang ikut dalam perang Badar, dan ikut dalam perjanjian Hudaibiyah. Namun Umar bin Khaththab mengatakan bahwa siapa saja yang beramal seperti mereka, levelnya seperti mereka. 


Dalam lafazh كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ, ungkapan tersebut ditujukan kepada umat Nabi Muhammad saw. Lafazh كُنْتُمْ (fi’il madli) tidak dimaksudkan untuk menyatakan keadaan kaum muslimin pada masa lalu, melainkan bermakna (antum), artinya: demikianlah Allah SWT membentuk kalian. Hal ini sama seperti firman Allah SWT.: “wa kaana Allaahu samii’an bashiira.” Yang tentu tidak diartikan bahwa Allah SWT dulu Maha Mendengar dan Maha Melihat, sedangkan sekarang sudah tidak demikian keadaannya. Maha suci Allah dari yang demikian! Oleh karena itu, Imam Az Zamakhsyari dalam tafsirnya Al Kasysyaf Juz I/392 menyebut dikatakan bahwa dalam ilmu Allah kalian adalah umat terbaik. Juga, kata beliau, bisa diartikan bahwa kalian disebut-sebut di kalangan umat-umat terdahulu sebagai khairu ummah. Tentang tak perlu dipertentangkannya apakah yang terbaik di antara umat Islam ini, yang awal ataukah yang akhir, Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengutip sebuah riwayat hadits bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:

أمتي كالمطر لا يدري أوله خير أم آخره

“Umatku bagaikan hujan, tak diketahui, yang lebih baik itu yang pertama ataukah yang terakhir” (HR. Abu Dawud At Thayalisi dan Abu Isa At Tirmidy). 


Lafazh أُخْرِجَتْ لِلنَّاس merupakan sifat dari khairu ummah, yang artinya ditampilkan atau dimenangkan atas manusia. Ini menunjukkan bahwa kaum muslimin bukan dibangkitkan untuk umat Islam semata, melainkan untuk seluruh umat manusia. Sebagaimana Rasulullah saw diutus untuk seluruh umat manusia, kaum muslimin pun mengikuti perjuangan beliau saw, yakni mengemban risalah Islam ke seluruh umat manusia. 


Firman Allah “kuntum khaira ummah”, Imam Bukhari berkata: dari Muhammad Bin Yusuf, dari Sufyan Ibn Maysarah, dari Abi Haazim dari Abi Hurairah Ra, (Kuntum khairo ummah ukrijat linnas) berkata: “sebaik-baik manusia untuk manusia yang lain yaitu dating kepada mereka dengan terbelenggu leher-leher mereka sampai mereka masuk ke dalam Islam, dan seperti ini yang dikatakan oleh Abu Hurairah, Mujahid dan ‘Ithiyah al-‘Ufi. Dapat berarti pula sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya”.


Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik manusia yang pandai di antara mereka dan paling bertakwa di antara mereka, dan menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, menyambung tali silaturahim”. (diriwayatkan Imam Ahmad dalam musnadnya).


Penafsiran yang kuat menurut Ibnu Katsir bahawa sebaik-baik manusia adalah para sahabat yang membersamai Rasulullah, kemudian seterusnya dan seterusnya. Mereka yang berhijrah bersama Rasulullah, dari Mekkah ke Madinah, dapat pula berarti generasi awal Islam kemudian yang meneruskan da’wah Rasulullah s.a.w. yang diperintahkan Allah kepada kaum Muslimin untuk ditaati mereka.


Khairu Ummah yaitu orang-orang yang menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan menjauhi dari pada yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Dan termasuk dari pada mereka pula adalah para Mujahid dan para Syuhada.


Kemudian firman Allah “walau aamana ahlul kitab” :seandainya orang-orang ahli taurat dan injil dari golongan Yahudi dan Nasrani membenarkan ke Rasulan Nabi Muhammad S.A.W.  yang  demikian itu tidak lain datangnya dari Allah (petunjuk dari Allah). Laksana khorallahun yakni yang demikian itu lebih baik bagi mereka baik di dunia mahupun di akhirat. Minhumul mu’minun: yakni ahli kitab dari golongan orang Nasrani dan Yahudi yang mereka membenarkan Rasulullah s.a.w. dan masuk islam. Mereka itu yakni Abdullah Bin Salam dan saudaranya, Tsa’labah dan saudaranya, dan pemuda-pemuda yang beriman kepada Allah dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. dan mengikuti apa-apa yang diturunkan kepada mereka dari Allah, kemudian Firman Allah “wa aktsaruhumul fasiqun”, yakni mereka kembali kepada agama mereka yakni kereka yang pada mulanya beriman kepada Allah kemudian beriman kepada apa-apa yang diturunkan Allah kepada nabi-Nya yakni Muhammad s.a.w. kemudian mereka kembali kepada agama mereka. Mereka itulah orang-orang fasiq.


PERUMUSAN MASAALAH

Keunggulan umat Terbaik

Keunggulan kaum muslimin yang menjadi umat terbaik ini di antara umat manusia disebut oleh Abu Hurairah r.a. (lihat Al Qurthubi, idem) dalam ucapannya:

نحن خير الناس نسوقهم بالسلاسل إلى الإسلام

“Kami adalah yang terbaik di antara manusia, kami mengarahkan mereka untuk menapaki jalan mendaki menuju kepada Islam”.

Dan dengan cepatnya umat terbaik yang senantiasa membimbing umat manusia ke jalan Islam, mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, membuka berbagai wilayah bagi tegaknya kedaulatan Islam, serta mendapati umat manusia dari berbagai bangsa, bahasa, negara, dan adat istiadat menerima Islam sebagai keyakinan dan tataaturan hukum buat kehidupan mereka. 


Mereka mengarahkan pikiran umat manusia dengan cara yang argumentatif logis sebagaimana diajarkan oleh Allah SWT agar senantiasa mengajak manusia berpikir dengan bukti-bukti yang nyata, yakni dakwah bil hikmah (QS. An Nahl 125).


Apabila ada halangan fisik terhadap dakwah, mereka dengan gagah berani menyingkirkan halangan fisik itu dengan jihad fi sabilillah. Dan karena mereka adalah manusia unggulan, dalam perang pemikiran maupun perang fisik pun mereka senantiasa unggul. Allah SWT menjamin kualitas unggulan mereka dalam firman-Nya:

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ(65)

“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” (QS. Al Anfaal 65).
 

Jelaslah bahwa kualitas umat terbaik itu dibandingkan dengan orang-orang kafir, atau umat-umat lain, adalah 1 orang muslim bisa mengalahkan 10 orang kafir. Itu dalam kondisi prima, dalam kondisi kaum muslimin ada kelemahan, Allah SWT masih memberikan garansi bahwa kaum muslimin akan sanggup mengalahkan kekuatan orang kafir yang jumlahnya dua kali lipat kekuatan mereka (QS. Al Anfaal 66). Dan sebab orang-orang kafir itu kalah adalah karena mereka adalah kaum yang tak mengerti.


Syarat Unggulan Umat Terbaik 

Mujahid, sebagaimana dikutip Imam Al Qurthubi, mengatakan bahwa keunggulan umat Islam itu dengan syarat memenuhi sifat-sifat yang disebut dalam ayat itu. Ada tiga sifat yang dimiliki oleh umat pengemban risalah Muhammad saw ini yang menyertai predikat anugerah Allah SWT sebagai umat yang terbaik, yakni: (1). Menyuruh kepada yang ma’ruf, (2). Mencegah dari yang munkar, (3). Beriman kepada Allah SWT, sebagaimana terdapat dalam lafazh:

تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

kalian menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.
 

Itulah tiga sifat yang menjadi unsur-unsur kebaikan umat Muhammad saw. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa iman kepada Allah SWT tentu harus ada terlebih dahulu sebelum dua hal yang lain., yakni amar ma’ruf dan nahi munkar. Demikian pula, umat yang terbaik itu mesti iman kepada risalah Islam. Sebab aktivitas amar ma’ruf nahi munkar tidak ditentukan oleh tradisi masyarakat, melainkan oleh syariat yang diturunkan Allah SWT.


Menurut Imam Az Zamakhsyari (idem), penyebutan iman kepada Allah SWT dalam ayat ini berarti juga termasuk iman kepada segala yang diwajibkan oleh iman kepada Allah SWT, seperti iman kepada Rasul-Nya, Kitab-Nya, hari kebangkitan, hari perhitungan, pahala dan siksa, dan lain-lain. Menurutnya, jika tidak disertai iman kepada itu semua belum terhitung sebagai iman kepada Allah SWT. Beliau melandasinya dengan firman Allah SWT:

وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا(150)أُولَئِكَ هُمُ

الْكَافِرُونَ حَقًّا

“…mereka mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan (QS. An Nisa 150-151).


Dalam konteks kekinian, ketertarikan sebagian umat Islam –lantaran kedangkalan mereka terhadap pengertian aqidah Islam sebagai pandangan hidup mereka—kepada ideologi dan sistem hidup selain Islam, seperti sosialisme, komunisme, sekularisme, kapitalisme, dan lain-lain pandangan hidup yang bertentangan dengan Islam, bisa menjadikan mereka tergelincir dari keimanan kepada Al;lah SWT yang sebenarnya. Dan pada gilirannya, mereka tak bakal menemukan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di bawah naungan Islam. Apalagi mendapatlkan gelar umat terbaik. Sungguh jauh panggang dari api!


Dalam mengulas ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyertakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Durrah binti Abi Lahab berkata bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah saw sewaktu beliau berpidato di atas mimbar : “Siapakah orang yang terbaik, ya Rasulullah? Rasulullah saw menjawab:

خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَأُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ لِلَّهِ وَآمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنِ المُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحْمِ

“Manusia yang terbaik adalah manusia yang paling banyak membaca, paling bertaqwa kepada Allah SWT, paling giat melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan paling suka bersilaturrahmi.”


Dari sini bisa kita pahami bahwa orang yang terbaik adalah yang banyak pengertiannya (karena aktivitas membacanya) dan paling memiliki sikap taqwa, yakni menjalankan perintah Allah SWT dan larangan-Nya. Itu secara pribadi. Secara komunal, dia berperanan menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, yakni membentuk sistem agar perintah dan larangan Allah SWT menjadi standar umum di masyarakat dalam rangka mengatur interaksi antar individu anggota masyarakat. Juga ia paling gemar melakukan silaturrahmi, meningkatkan hubungkan antar karib kerabat yang merupakan salah satu kewajiban Islam.


Ringkas kata, dia adalah orang yang senantiasa berbuat baik dalam pandangan syari’at Islam, baik untuk dirinya, maupun untuk umat manusia. Al Qurthubi mengutip sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

خير الناس من طال عمره وحسن عمله و شر الناس من طال عمره و ساء عمله

“Sebaik-baik orang adalah orang yang berumur panjang dan baik amalnya dan seburuk-buruk orang adalah yang panjang umurnya dan buruk perbuatannya”.


Al-Amru Bil Ma’ruf Wa Al-Nahyu ‘Anil Munkar

Kata amar merupakan bentuk yang dapat difahami bahawasanya itu menandakan adanya perintah, seperti yang dikatakan kepada orang lain seperti afal,kata ini mengisyaratkan agar perintah tersebut mesti dikerjakan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah di dalam kitabnya Majmu’ Fatawa menyebut pengertian amar yaitu:

Artinya: “Sesungguhnya perintah (al-amr) yaitu menuntut dan kehendak untuk melakukan sesuatu perbuatan”.

Makna ma’ruf secara bahasa kebanyakan berputar di atas makna ‘semua perkara yang diketahui dan dimaklumi oleh manusia satu dengan yang lainnya dan mereka tidak mengingkarinya’. Adapun secara istilah,ma’ruf bermakna ‘semua perkara yang diketahui, diperintahkan, dan dipuji pelakunya oleh syari’at, maka masuk di dalamnya semua bentuk ketaatan, dan yang paling utamanya adalah beriman kepada Allah Taala, dan mentauhidkan-nya.


Sementara pengertian an-nahyu menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiah yaitu:

“Dan an nahyu yaitu per,mintaan atau kehendak untuk meninggalkannya”.

Munkar secara bahasa, maka maknanya kebanyakan berputar di atas makna ‘semua perkara yang tidak diketahui dan tidak diakui oleh manusia dan mereka mengingkarinya’. Adapun secara istilah, munkar adalah ‘semua perkara yang diingkari, dilarang, dicela, dan dicela pelakunya oleh syari’at, maka masuk di dalamnya semua bentuk maksiat dan bid’ah, dan yang paling jeleknya adalah kesyirikan kepada Allah –‘Azza wa Jalla-, mengingkari keesaan-Nya dalam peribadahan atau ketuhanan-Nya atau pada nama-nama dan sifat-sifatNya’.

[Lihat Al-Qaulul Bayyinul Azhhar hal,8-12]


Hukum Al-Amru bil Ma’ruf dan an-Nahyu ‘Anil Munkar

Menurut Ibnu Taimiah,Hukum al-Amru bil Ma’ruf dan an-Nahyu ‘Anil Munkar adalah Fardhu Kifayah, yakni tidak diwajibkan kepada setiap orang, jika delaksanakan oleh sebahagian orang maka gugurlah kewajipan tersebut.


ALTERNATIF JAWAPAN (URAIAN)

Analisis Terhadap Permasahalaan

Dari pemaparan di atas dapatlah kita tarik beberapa kesimpulan

1. Da’wah secara bahasa berarti memanggil, mengundang. Sementara menurut istilah dapat berarti “da’wah adalah sebagai satu upaya, proses menuju Islam Kaffah, sebagai cara hidup total dalam satu bingkai harakatud-da’wah yang memiliki dimensi bina’an dan difa’an.”

2. Sementara al-amru bil ma’ruf wa an-nahyu ‘anil munkar secara ringkas dapat berarti memerintahkan atau menyuruh kepada yang ma’ruf (baik) dan mencegah dari perbuatan yang munkar.

3.Hukum al-amru bil ma’ruf wa an-nahyu ‘anil munkar menurut syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah fardhu kifayah.

4. Sementara tafsir surah Ali Imran ayat 110 dan secara garis besarnya berkisar dalam masalah perintah untuk berda’wah, yakni berda’wah kepada kebaikan: da’wah kepada tauhidullah, dan amar ma’ruh nahi munkar.


Jelaslah kini mengapa kaum muslimin disebut Allah SWT sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ (umat terbaik) dan أُمَّةً وَسَطًا(umat yang adil dan pilihan), yakni lantaran umat ini beriman kepada Allah SWT yang telah menurunkan syariat Islam yang paripurna (QS. Al-Maidah : 3) kepada rasul-Nya Muhammad saw, serta senantiasa menegakkan pelaksanaan syariat Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin) dengan aktivitas ”amar ma’ruf nahi munkar”. Jika umat ini masih memiliki unsur-unsur kebaikan umat tersebut, maka predikat terbaik dan pilihan tersebut tentu masih lekat. Sebaliknya jika sifat itu hilang, layaklah predikat itu tak tersandang lagi.



Metode Dakwah Bil Hikmah Dan Bil Hal

Pengertian Metode
            Kata metode berasal dari bahasa Yunani” Methodos” yang berarti cara atau jalan. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia kata metode mengandung arti” Cara yang teratur dan berpikir secara baik-baik untuk  mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan”. Dalam hal ini Hendry Van Lear menjelaskan bahawa metode secara etimologi adalah jalan atau cara untuk melakukan atau membuat sesuatu dengan  sistem dan melalui prosedur untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang dimaksud. Jadi metode adalah salah satu sarana atau media yang sangat penting untuk menyembatani antara pemikiran yang dimiliki oleh subjek untuk diberikan kepada objek dalam upaya mencapai tujuan yang telah dtetapkan. Dalam ilmu komunikasi metode dakwah disebut dengan “ The Methode in Message”. Sehingga kejelian dan kebijaksanaan juru dakwah dalam memilih dan memakai metode dakwah sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan dalam menerapkan ajaran Islam dalam masyarakat. Dalam menyampaikan pesan dakwah, metode sangatlah penting peranannnya. Fikhr al-Din al-Razi (544-606) dalam tafsirannya menyebutkan bahwa QS. An-Nahl 125 menjelaskan perintah Allah SWT kepada Nabi  Muhamad SAW untuk menyeruh manusia kepada Islam dengan salah satu dari tiga cara yakni dengan Hikmah, Mauu’ Izhah al-Hasanah, dan Mujaddalah bil al-Thariq al-Hasan. Ketiga metode itu disesuaikan dengan kemampuan intelektual masyarakat yang dihadapi, akan tetapi secara prinsip semua metode dapat digunakan kepada semua masyarakat. Berikut ini pembahasan tentang metode dakwah bil Hikmah dan bil Hall:

Metode Dakwah Bil Hikmah

Pengertian Metode Dakwah Bil Hikmah
            Hikmah secara Bahasa berasal dari dari Bahasa Arab yakni     ,             ,      ,

( H, K, M) jama’nya yakni Hikmah yakni ungkapan yang mengandung kebenaran dan mendalam. Mana dalam bahasa Indonesia diartikan dengan kata bijaksana, sedangkan kata bijaksana dalam bahasa Indonesia mengandung arti:
-         Memperbaiki (membuat lebih baik) dan terhindar dari kerusakan
-         Pandai dan kuat ingatannya
-         Selalu mempuanyai akal budi (pengalaman dan pengetahuan) arif dan tajam pikirannya.
Muhamad Abduh berpendapat bahwa hikmah adalah pengetahuan rahasia dan faedah dalam tiap-tiap hal. Orang yang memiliki hikmah disebut al-Hakim.
Hikmah menurut Prof. DR. Toha Yahya Umar, MA adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha, menyusun, dan mengatur dengan cara yang sesuai dengan keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan agama.
Sedangkan menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an-Nasafi, hikmah adalah:


Artinya: Dakwah bil Hikmah adalah dakwah yang menggunakan perkataan yang benar, dan pasti yaitu dall yang menjelaska kebenaran dan menghilangkan keraguan.
Menurut Syekh Zamakhsyari dalam kitabnya” al-Kasyaf” al-Hikmah adalah perkataan yang pasti dan benar. Hikmah adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kesamaran. Selanjutnya Zamarksyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-Qur’an  yakni ajaklah mereka (manusia)  mengikuti kitab yang memuat hikmah.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa al-Hikmah adalah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengna kondisi objektif mad’u. Oleh karena itu, al-Hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teiritis dan praktis dalam berdakwah.
Kata hikmah dengan segala bentuknya dalam al-Qur’an berjumlah 208 kali tersebar dalam beberapa surat. Kata hikmah dalam bentuk Shighat Masdar dijumpai sebanyak 20 kali dan tersebar dalam beberapa ayat dan surat. Kata hikmah ini dalam pemakaiannya sering digandengkan dengan kata kitab Injil, Taurat, sehingga dapat dipahami bahwa kata hikmah itu sebanding dengan Kitab Injil, Taurat atau suatu pelajaran yang datang dari Allah SWT. Sebagaiman firman Allah SWT dalam SQ al-Nahl ayat 125:                                                                                                                                                                                                                       
                 
Artinya:. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Beberapa Ulama berbeda penafsiran mengenai kata hikmah yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Diantara mereka ada yang menafsirkan hikmah sebagai kenabian dan ada pula al-Qur’an serta adanya pemahaman terhadapnya.

Macam-macam Hikmah
            Hikmah terbagi kepada dua macam yakni:
a.       Hikmah Teoritis
Yakni mengamati ini suatu perkara dan mengetahui adanya hubungan
sebab akibatnya secara moral, perintah, takdir dan syara’. Hikmah teoritis ini merujuk kepada ilmu pengetahuan. Sedangkan hikmah praktis merujuk kepada perbuatan yang adil dan perbuatan yang benar. Allah SWT telah memberikan dua jenis hikmah ini kepada para Nabi-Nya dan para Rasul-Nya dan kepada hamba-hamba yang shaleh yang dikehendaki-Nya.  Sebagaimana firman Allah SWT:
                                                                                                                                       
Artinya: "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh. (QS. As-Syuaraa’:83)

b.      Hikmah Praktis
Yakni memiliki sesuatu pada tempatnya. Hikmah ini terbagi kepada tiga macam yakni:
- Memiliki mata hati yang antara lain meliputi kekuatan persepsi,    intelegensi, ilmu dan kearifan.
-  Mengetahui keadilan ancaman Allah SWT, kepastian janji-janji-Nya serta keadilan hukum-hukum yang bersifat syar’i dan hukum yang berlaku kepada seluruh makhluk-Nya.
- Memberi hak kepada sesuatu dalam arti: jangan melampaui batas, buru-buru dan menunda waktu. Hikamh sangat memperhatiakan ke tiga petunjuk diatas yakni dengan cara memberikan hak kepada setiap perkara, yakni hak dari Allah SWT dengan syari’at dan takdir-Nya. Jika melampaui batas, menunda-nunda batas waktu berarti kita menyalahi dan melanggar hikmah. Inilah yang disebut dengan ketetapan umum tentang hokum sebab akibat yang berdasarkan kepada syari’at dan takdir.

Dakwah Bil Hikmah
            Dakwah bil Hikmah mempunyai posisi yang sangat penting yaitu dapat menentukan sukses atau tidaknya dakwah tersebut. Hikmah adalah bekal seorang Da’i  munuju kesuksesan. Tidak semua orang mampu meraih hikmah, sebab Allah SWT hanya memberikannya kepada orang yang layak
mendapatkannya. Barang siapa yang mendapatkannya  maka dia telah memperoleh karunia yang besar dari Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT:                                                                                                                                                         

Artinya:  Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.(QS. Al-Baqarah: 269)
Ayat tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya menjadikan hikmah sebagai sifat dan bagian yang menyatu dalam metode dakwah dan betapa perlunya dakwah, mengikuti langkah-langkah yang mengandung hikmah. Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan metode dakwah praktis kepada juru dakwah yang mengandung arti mengajak manusia kepada jalan yang benar dan mengajak manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama dan aqidah yang benar.
Hikmah dalam pandangan ilmuan bila dikaitkan dengan tafsiran surat an-Nahl ayat 125 sebagai kerangka dasar metode dakwah yang sangat banyak sekali diantaranya:
a.       Menurut al-Razi hikmah diartikan sebagai dall-dalil yang pasti.
b.      Menurut la-Thabari diartikan sebagai wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhamad SAW.
c.       Sedangkan  Syayyid Qutb (966H/1558M) mengemukakan bahwa dakwah bil hikmah adalah memperhatikan keadaan serta tingkat kesadaran penerima dakwah, memperhatikan kadar materi dakwah yang disampaikan kepada audiens, sehingga mereka tidak dibebani dengan materi dakwah tersebut.
Jadi metode dakwah bil hikmah adalah suatu cara yang digunakan dalam upaya membawa orang lain kepada ajaran islam yakni dengan menggunakan argumentasi yang pasti, bahasa yang menyentuh hati dengan pendekatan ilmu dan akal. Sehingga dakwah dengan metode ini dapat diterima oleh para ilmuwan, cendikiawan dan intelektual. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abdul al-Wahab Kahili, bahwa metode dakwah bil hikmah merupakan pengetahuan yang paling tinggi dan mengungkapkan bahwa metode ini juga bersifat filosof yang dapat menundukkan akal dan tidak ada yang dapat melebihi kedudukan terhadapnya.

Dakwah bil-Haal
            Islam adalah agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduran umat islam sangat berhubungan erat dengan dakwah yang dilakukannya. Oleh karena itu al-Qur’an menyebutkan kegiatan dakwah dengan ”Ahsanul Qaula” (ucapan dan perbuaan yang baik). Sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya:  Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”. (An-Fushilat: 33))
           
Dakwah seperti yang diungkapkan dalam ayat diatas tersebut tidak hanya dakwah berdemensi ucapan atau lidah tetapi juga dakwah dengan perbuatan yang baik, seperti apa yang  telah  Rasul  SAW lakukan.

Pengertian Dakwah bil-Lisan al-Haal
Secara etimoligi dakwah bil Lisan al-Haal merupakan gabungan dari tiga kata yaitu kata dakwah, lisan dan al-Haal. Kata dakwah (            ) berasal dari kata  (          -           -     ) yang artinya menyeru, memanggil. Kata Lisan   (             ) berarti bahasa. Sedangkan kata al-Haal (         ) berarti hal atau keadaan. Kata Lisan al-Haal mempunyai arti yang menunjukkan realitas kebenaran. Jika ke tiga kata tersebut digabungkan maka dakwah lisan al-Haal mengandung arti “ memanggil, menyeru dengan menggunakan bahasa, keadaan, atau menyeru, mengajak dengan perbuatan nyata.

            Sedangkan secara termonologis dakwah mengandung pengertian: mendorong manusia agar berbuat kebajikan dan menuntut pada petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar agar mreka mendapatkan kebahagian dunia akhirat.

            Dengan demikian dakwah lisan al-Haal adalah: memanggil, menyeru manusia kejalan Alllah SWT untuk kebahagian dunia akhirat dengan menggunakan bahasa keadaan manusia yang di dakwahi atau memanggil ke jalan Allah untuk kebahagiaan manusia dunia dan akhirat dengan perbuatan nyata yang sesuai dengan keadaan manusia.

            Dalam tulisannya M. Yunan Yusuf mengungkapkan bahwa istilah dakwah lisan al-Haal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui tindakkan dan perbuatan nyata.

            Demikian juga menurut E. Hasim dalam kamus istilah Islam memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan dakwah lisan al-Haal dalah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan nyata, karena merupakan tindakan nyata maka dakwah ini lebih mengarahpada tindakan menggerakkan mad’u sehingga dakwah ini lebih berorentasi pada pengembangan masyarakat.

Akhlak  Sebagai Tiang Dakwah
Sumber tenaga bagi daya tarik itu tidak lagi terletak pada ilmu dan tidak pula pada hikmah. Ilmu dan hikmah hanya pembuka jalan, sumber tenaganya itu terletak pada akhlak pribadi Da’i itu sendiri.

Akhlak secara umum adalah sifat yang mendasar pada diri seseorang yang lahir dari amal perbuatan dengan mudah, tanpa dipikir-pikir dan di timbang-timbang melainkan secara spontan. Baik buruknya amal perbuatan yang lahir secara spontan itu tergantung  pada baik buruknya akhlak pribadi yang bersangkut. Karena yang dibawa oleh da’i itu adalah wahyu Ilahi dan sunah Rasul-Nya. Yakni barang yang hak dan murni yang sebenarnya sudah mengandung daya dan kekuatan tersendiri.

Mau tidak mau, gerak-gerik dalam kejidupan pribadi seorang Da’i itu bukan saja diperhatikan, tetapi juga langsung dijadikan masyarakat sebagai bahan perbandingan terhadap apa yang diajarkannya dan yang dilarangnnya. Yang dilihat dan didengar masyarakat dalam kehidupan kepribadiannya itu bisa menambah kekuatan daya siarnya sebagai pendakwah. Akhlak dan Akhlakul karimah merupakan dua hal yang tidak bias dipisahkan, kalau dakwah hendak berhasil maka banyak hal-hal yang sulit dan tidak dapat diatasi semata-mata dengan ilmu yang kering akan tetapi dapat juga diatasi dengan akhlakul karimah.

Semua risalah ditujukan kepada penyempurnaan akhlak yang mulia. Bagaimana akan melanjutkan dakwah apabila tanpa akhlak pada diri Da’i tersebut? Tanpa adanya akhlakul karimah maka tidak akan ada teladan yang baik, tidak akan ada tuur kata yang menarik, tidak akan ada cara berpisah yang indah, tidak akan ada hubungan rasa yang ikhlas dan mesra, dan dengan demikian tidak akan ada hikmah. Sebaliknya mungkin yang ada hanyalah kecerdikan yang mempesona orang banyak, tetapi hampa dari jiwa iman dan taqwa. Dengan demikian yang mungkin terjadi adalah semacam hiburan untuk umum, selama yang berdakwah berdiri diatas mimbar, sebagaimana yang dapat dihidangkan oleh sandiwara komedi Istambul.

Dakwah bil lisan al-Haal  Sebuah Metode Dakwah
Dakwah bil Lisan al-Haal merupakan sebuah metode dakwah yakni metode dakwah dengan menggunakan kerja nyata. Sebagai sebuah metode dakwah bil lisan al-Haal juga terikat pada prinsip-prinsip penggunaan metode dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diingat dalam penggunaan metode tersebut:
  1. Penerapan metode tidak berlaku selama
  2. suatu metode yang sesuai bagi seorang Da’i belum tentu sesuai dengan Da’i lain.
  3. Metode yang paling sesuai sekali pun belum menjamin hasil yang baik  dan otomatis.
  4. Metode hanyalah suatu pelayanan, (suatu jalan) atau alat saja
  5. Dan tidak ada metode yang 100% baik

Pendekatan Kebutuhna Dalam Dakwah bil-Haal
Dalam kajian psikologi, kebutuhan (need) tidak dapat dipisahkan dari motif. Seseorang (organisme) yang berbuat melakukan sesuatu sedikit banyaknya dipengaruhi oleh kebutuhan yang ada dalam dirinya atau sesuatu
yang hendak dicapai. Istilah motif mengacu pada sebab atau mengapa seseorang berprilaku, dan dari kata motif ini terbentuklah kata motivasi.

Sartain dalam Psychology Understanding of Human Behavior menjelaskan bahwa yang dimaksud denagn motivasi adalah suatu pernyataaan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku ke suatu tujuan atau perangsang. Dengan demikian maka motif lahir karena adanya kebutuhan. Kebutuhan seseorang dapat berbeda dengan kebutuhan orang lain dan kebutuhan disini diartikan sebagai:
-         Setiap taraf adalah kebutuhan
-         Suatu kekurangan yang dapat dipengaruhi secara wajar dengan berbagai benda lainnya apabila benda khusus yang diinginkan tidak dapat diperoleh
Maslaw menyusun Hierarki kebutuhan mulai dari kebutuhan biologis dasar sampai kebutuhan psikologis yang sangat kompleks yang hanya akan menjadi penting jika kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan yang ada dalam teori Maslaw sebagai berikut:
1.      Kebutuhan fisiologis (kebutuhan untuk mempertahankan hidup)
2.      Kebutuhan akan rasa aman
3.      Kebutuhan akan penghargaan
4.      Kebutuhan Kognitif: mengetahui, mendalami dan memahami.
5.      Kebutuhan Estetik: Keserasian, ketentraman, keindahan.
6.      Kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya.
Dalam konteks dakwah lisan al-Haal, pemahaman tentang kebutuhan sasaran dakwah mutlak diperlukan. Sebagai contoh berdakwah dikalangan masyarakat miskin tidak efektif  dengan hanya berceramah tetapi akan lebih efektif bila dakwah dilakukan dengan menyantuni mereka, memberi makan, pakaian dan sebagainya. Dakwah tidak hanya mensyaratkan hal-hal yang religius Islami namun juga dapat menumbuhkan etos kerja. Inlah sebenarnya yang diharapkan oleh dakwah bil al-Haal.

Aplikasi Dakwah bil lisan al-Haal pada Masa Kini
Sejak agama Islam masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke V111 agama islam telah mengalami pasang surut. Perkembangan Islam di Nusantara diawali dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam seperti: kerajaan Samudera Pasai dan Perlak. Selanjutnya Islam melebarkan sayapnya ke berbagai penjuru Nusantara.
SElanjutnya Islam mengalami kemunduran pada saat Indonesia dijajah oleh Belanda dimana kativitas umat Islam terpasung. Politik Belanda terhadap Islam dilandasi dengan rasa curiga dan takut sehingga dengan cermat mereka mengawasi segala sesuatu yang berbau Islam. Kolonialisme tersebut meninggalkan jejak negative yang panjang dalam perkembangan social, cultural, dan ekonomi masyarakat Indonesia., bahkan sampai sekarang. Selain itu juga pemilihan model pembangunan yang dipakai serta kesalahan dalam mengurus pemerintahan dimasa lalu menjadi factor dominant yang mendorong keterbelakangan umat.

            Permasalahan yang dihadapi  umat Islam Indonesia pada dasarnya sudah dipahami dan dimengerti sejak lama, berbagai organisasi telah mencoba menjawab berbagai persoalan tersebut. Muhamadiyah telah mendirikan Sekolah-sekolah , Madrasah-madrasah, Rumah Sakit, surat kabar dan majalah. Begitu juga dengan NU telah mendirikan Pesantren-pesantrennya dan berbagai organisasi Islam lainnya.

            Meskipun berbagai persoalan telah ditangani nampaknya persoalan umat yang begitu banyak masih menuntut kerja ekstra umat Islam. Sekarang kita patut bergembira karena telah banyak muncul organisasi-organisasi ke-Islaman yang bekerja untuk dakwah juga pribadi-pribadi yang secara individual melaksanakan dakwah bil lisan al-Haal. Yang mana dakwah ini telah banyak bekerja misalnya: munculnya  perbankkan-perbankkan Syari’ah, dompet Dhua’fah, dan pundi amal ynag dilakukan oleh stasiun TV dalam rangka mengumpulkan dana untuk kepentingan umat, munculnya majalah-majalah bernuansa Islam, dan lain sebagainya.

            Namun demikian, kiranya perlu digalakkan kembali Ukhuwah Islamiyah dlam bentuk kerja sama antar berbagai organisasi keagamaan atau pribadi-pribadi yang berkecimpung dalam bidang dakwah sehingga akan ada perkembangan kerja antara masing-masing yang dimaksudkan agar lahan dakwah tergarap secara merata.


 

Blogger news

Blogroll

About