Pages

Selasa, 16 Juli 2013

Dzikir

Dzikir

Artinya: menyebut, menuturkan, mengingat, menjaga, mengerti, perbuatan baik. Ucapan lisan, gerakan raga, maupun getaran hati sesuai dengan cara-cara yang diajarkan agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt, upaya untuk menyingkirkan keadaan lupa dan lalai kepada Allah swt dengan selalu ingat kepadaNya. Keluar dari suasana lupa, masuk ke dalam musyahadah (saling menyaksikan) dengan mata hati, akibat di dorong oleh rasa yang mendalam oleh Allah swt.

Ibnu Atho, seorang sufi yang menulis Al Hikam (kata-kata hikmah) membagi dzikir kepada tiga bagian: yaitu dzikir jali (Dzikir jalas / nyata), dzikir khofi (dzikir yang samar-samar) dan dzikir hakiki (dzikir yang sebenar-benarnya).

Dzikir jali ialah suatu perbuatan mengingat Allah swt dalam bentuk ucapan-ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur, dan do’a kepada Allah swt. yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak hati. Misalnya dengan membacakan tahlil (mengucapkan kalimat la ilaha illa Allah = tiada Tuhan selain Allah), tasbih ( mengucapkan kalimat Subhana Allah = Maha Suci Allah), takbir (mengucapkan kalimat Allahu akbar = Allah Maha Besar), membaca Al Qur’an atau do’a lainnya. Mula-mula dzikir ini diucapkan lisan, mungkin tanpa dibarengi ingatan hati. Hal ini biasanya dilakukan oleh orang awam (orang kebanyakan). Tapi hal ini dimaksudkan untuk mendorong agar hatinya hadir menyertai ucapan-ucapan lisan itu.

Dzikir jali ini ada yang sifatnya Muqoyyad (terikat) dengan waktu, tempat, atau amalan tertentu lainnya. Misalnya ucapan-ucapan dalam shalat, ketika melakukan ibadah haji, do’a-do’a yang diucapkan ketika akan makan, akan tidur, bangun tidur, pergi keluar rumah, mulai bekerja, mulai belajar, melihat teman berbaju baru dan sebagainya. Banyak Al Qur’an yang isinya perintah dari Allah swt agar manusia senantiasa berdzikir mengingat Allah swt. Beberapa diantaranya ialah Surat An Nisa ayat 103

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat mu, ingatlah Allah diwaktu berdiri,diwaktu duduk, dan diwaktu berbaring.Kemudian apabila kamu telah merasa aman maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa. Sesungguhnya shalat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
Surat Al Maidah ayat 4

: ...........وَاذْكُرُواْ اْسمَ اللهِ عَلَيْهِ وَاتَّقَُوْا اللهَ اِنَّ اللهَ سَرِيعُ الحِسَابِ...............
“……Dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertaqwalah kepada Allah. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat cepat hisabnya” .

Surat Al Hajj ayat 36
                        :..........فاَذْ كُرُوْا اسْمَ الله ِعَلَيْهَا صَوَّافَ..........    
“Maka sebutlah Nama Allah  sambil berdiri”.

Surat al Jum’ah ayat 10

وَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلَوةُ فَانْتَشِرُواْ فِيْ الاَرْضِ وَابْتَغُواْ مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرَواْ اللهَ كَثِيْرًا لَعَلَّكُمْ  تُفْلِحُونْ. .
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah  kamu dimuka bumi; dan carilah karunia Allah, dan ingatlaah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” .

Dzikir jali yang sifatnya mutlak atau tidak terikat dengan waktu dan tempat misalnya mengucapkan tahlil, tasbih dan takbir dimana saja dan kapan saja.

Dzikir khafi adalah Dzikir yang dilakukan secara khusyu’ oleh ingatan hati baik disertai Dzikir lisan ataupun tidak. Orang yang sudah mampu melakukan Dzikir seperti ini hatinya merasa senantiasa memiliki hubungan dengan Allah swt. Ia selalu merasakan kehadiran Allah swt kapan dan dimana saja. Didalam dunia sufi terdapat ungkapan bahwa seorang sufi ketika melihat suatu benda apa saja, yang dilihatnya bukan benda itu, tetapi Allah swt. Artinya bukan berarti benda itu Allah swt tetapi pandangan hatinya jauh menembus melampaui pandangan matanya. Ia melihat bukan saja benda itu tetapi juga menyadari akan adanya khalik yang menciptakan benda itu.

Tingkatan yang paling tinggi ialah dzikir hakiki, yaitu dzikir yang dilakukan oleh seluruh jiwa raga, lahiriah dan batiniyah, kapan dan dimana saja, dengan memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa dari kalangan Allah swt dan mengerjakan apa yang diperintahkanNya. Selain itu tiada yang diingat selain Allah swt. Untuk mencapai tingkatan dzikir hakiki ini perlu dijalani latihan-latihan mulai dari tingkat dzikir jali dan dzikir khafi.

Untuk melakukan dzikir, seseorang tidak harus berdiam diri dalam satu tempat kemudian membacakan dzikir. Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim dari Aisah binti Abu Bakar ra dikatakan Rasulullah saw senantiasa mengingat Allah swt (dzikir) dalam setiap saat. Pada hadits lain diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda : Kalau aku membaca Subhana Allah, Al hamdu li Allah, La ilaha illa Allah dan Allahu Akbar ( Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar), maka bacaan itu aku lebih gemari dari pada mendapatkan kekayaan sebanyak apa yang berada dibawah sinar matahari (H.R. Muslim).

Dzikir dzikir yang di contohkan Rasulullah saw tersebut merupakan dzikir yang mudah dilakukan, sehingga siapapun dapat melakukannya, baik yang sudah mencapai tingkatan dzikir yang tinggi maupun bagi para pemula.

Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang bertasbih setiap selesai shalat  sebanyak 33 kali, tauhid 33 kali, takbir 33 kali kemudian di genapkan menjadi 100 dengan La ilaha illa Allahu wadahu la syarika lahu lahul mulku wa lahul hamdu wahuwa ‘ala kuli syai in qodiir (Tidak ada Tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagiNya, yang mempunyai kerajaan yang pantas di puji, Ia Maha Kuasa segala sesuatu), niscaya di ampuni dosa-dosanya walaupun dosa itu sebanyak buih dilaut”.

 Dalam hadits yang juga diriwayatkan Muslim, Sa’ad bin Abi Waqos menceritakan, ketika sedang duduk bersama Rasulullah saw, tiba-tiba Nabi saw bersabda: “Adakah diantara kalian yang lemah sehingga tidak mampu berbuat seribu buah kebajikan dalam setiap hari?. Diantara sahabat ada yang langsung menanyakan “ Bagaimana caranya?” Nabi saw menjawab: “Membaca tasbih seratus kali, maka tercatat untuk seribu kebajikan, dan dihapuskan dari padanya seribu kesalahan”.

Berdzikir secara teratur dan dengan disiplin perlu diamalkan, mulai dari dzikir jali untuk kemudian ditingkatkan kepada tingkatan yang lebih tinggi. Dzikir dapat melembutkan hati sehingga seseorang yang melakukannya dapat melihat dan mengikuti kabenaran serta terpelihara dari godaan syetan.

Shalat meskipun merupakan ibadah formal, karena dimaksudkan untuk mengingat Allah swt yang mana itu juga dapat di sebut salah satu bentuk dzikir. Dalam surat Toha ayat 14 disebutkan :
اِنَّنِي اَنَا اللهُ لاَ اِلَه َاِلاَّ اَنَا فاَعْبُدُوْنِى وَاَقِمِ الصَّلَوْةَ لِذِكْرِيْ                                        
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah , tidak ada Tuhan selain Aku maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”.

            Shalat yang dilakukan dengan baik dan dengan dzikir yang mendalam akan melindungi orang yang melakukannya dari perbuatan keji dan munkar. Al Qur’an surat Al “Ankabut ayat 45 :

أُتلُ مَا اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتَاْبِ وَأَقِمِ الصَّلاَةَ اِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَىْ عَنِ الفَخْشَا وَالمُنْكَرِ.
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu ,yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat.  Sesungguhnya ahalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar”.

Dalam istilah lain yang diketahui dari Syekh Shohibul Wafa Tajul Arifin bahwa dzikir itu ada yang bil lisan dan ada yang bil jinan, yaitu yang menurut Ibnu Atho ada tiga, disini ada dua karena dzikir khofi dan dzikir hakiki adalah satu yaitu disebut dengan dzikir bil jinan, sedangkan dzikir jali disebut dengan dzikir bil lisan dan selanjutnya yang bil jinan biasa disebut dengan khofi sedangkan yang bil lisan biasa disebut dengan jahar.     

Sumber Ensi.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About