Pages

Selasa, 16 Juli 2013

Jenis Talqin


Macam macam talqin.

            Adapun cara mentalqinkan, menurut madhab Al Syafi’i dan sejumlah ulama lainnya adalah  antara lain sebagai berikut :

(1). Dilakukan dengan suara yang lemah lembut,
(2). Tidak mendesak dan memaksakannya untuk mengucapkan kalimat syahadat,
(3). Tidak dalam bentuk menyuruh: “katakan laa ilaha illa Allah, tetapi cukup disebut saja kalimat itu sekadar didenagr oleh si sakit agar ia sadar dan dengan kemauannya sendiri ia mengucapkannya,
(4). Jika ia sakit sudah mengucapkan kalimat syahadat itu sekali, jangan diulangi lagi, kecuali jika ia mengucapkan kalimat lain sesudah itu. Yang diusahakan adalah akhir perkataan yang diucapkan didunia adalah kalimat tauhid, sebagaimana tujuan dari talqin;
(5). Orang yang mentalqinkan seyogyanya bukan orang yang akan mewarisi harta peninggalan si sakit dan bukan pula orang yang dengki padanya atau musuhnya;
(6) Jika tidak ada orang yang hadir menjelang ajalnya itu selain dari ahli waris, orang yang dengki atau musuhnya, maka yang mentalqinkan sebaiknya salah seorang dari ahli warisnya, dan yang dipilih adalah ahli waris yang paling sayang kepadanya, demikian juga jika yang hadir hanya calon-calon ahli waris.

            Talqin kepada orang yang sudah meninggal dunia.

            Disamping talqin diberikan kepada orang yang akan meninggal dunia, sebagian ulama ada pula yang berpendapat bahwa talqin yang dilakukan untuk memberikan tuntunan kepada orang yang sudah meninggal dunia ketika mayatnya baru dimasukkan kedalam kubur. Menurut Prof Dr Hamidullah (Guru besar Ilmu-ilmu ka Islaman dan salah seorang anggota pusat kebudayaan Islam di Paris), hal ini disebabkan orang Islam percaya bahwa orang yang meninggal dunia akan didatangi oleh dua malaikat didalam kuburnya. Dua malaikan ini mengajukan beberapa pertanyaan kepada mayat, karena itu setelah mayat dikuburkan ada orang yang membacakan sebuah naskah (talqin) yang berisi tuntunan kepada mayat dalam memberikan jawaban terhadap pertanyaan malaikat itu.

Diantara isi talqin ini yang terpenting adalah pernyataan  (sebuah jawaban atas pertanyaan malaikat) .
Dalam pertanyaan itu    مَن رَبُّكَ ؟  siapa Tuhan mu ? . jawabnya adalah اَللهُ رَبِّي   Allah Tuhanku .Pertanyaan kedua  ما دِيْنُكَ ؟  Apa agamamu ?, maka jawabnya adalah  اَلاِسْلاَمُ دِيْنِي   Islam agamaku, Pertanyaan  ketiga    مَنْ نَبِيُّكَ ؟  Siapa Nabimu ? , maka jawabnya adalah   مُحَمَّد رَسُوْلَُالله نَبِيِّ   Rasulullah adalah Nabiku. Pertanyaan keempat adalah   مَاْ كِتَاْبُكَ ؟  Apa Kitabmu ? .maka jawabnya adalah    اَلْقُرْاَنْ كِتَاْبِي  Al Qur’an Kitabku . Pertanyaan kelima    مَاْ قِبْلَتُكَ ؟  Apa Kiblatmu ? .maka jawabnya adalah    بَيْتُ اللهِ قِبْلَتيِ   Baitullah Kiblatku .Pertanyaan keenam    مَن اِخْوَاْنُكَ ؟  siapa saudara-saudaramu ? maka jawabnya adalah    اَلْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَاْنيِ   semua mukminin adalah saudaraku .
          
Kemudian ditutup dengan ayat Al Qur’an surat Al Fajr ayat 27

يَاْ أَيَّتٌهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّة اِرْجِعِي اِلَى رَبِّكِ رَاْضِيَةً مَرْضِيََةً فَادْخُلِى فِى عِبَاْدِى وَادْخُلِى جَنَّتِى

“Hai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridoi Nya ,Maka masuklah kedalam jama’ah hamba-hambaKu dan  masuklah  kedalam surgaKu” .

            Dasar hukum yang dilakukan untuk mentalqin ini adalah Hadits Rasulullah saw  yang diriwayatkan Abu Sa’id al Hudri diatas. Didalam Hadits itu disebutkan لَقِّنُواْ مَوْتَاكُمْ   “talqinkanlah mayat-mayatmu” .

Kata (lafadz) maotaa merupakan jamak dari mufrod mayat yang berarti orang  yang sudah meninggal dunia. Ini merupakan makna hakiki (haqiqot) sedangkan maotaakum diartikan sebagai orang yang akan meninggal dunia (sekarat) yang merupakan arti majazy (kiasan). Sedangkan dalam kaidah  disebutkan:
اَلأَصْلُ فِى الْكَلاَمِ اَلحَْقِيقَة    yang asal /pokok dalam perkataan  itu adalah makna hakikat. Oleh karena itu menurut pendapat ini hukum membaca talqin diatas kubur adalah sunah,tetapi pendapat ini ada ditentang oleh ulama lain. Menurut yang terakhir ini hadits riwayat Abu Sa’id al Khudri diatas harus diartikan  dengan makna majazi, yaitu orang yang sudah kelihatan tanda-tanda akan meninggal dunia. Pendapat ini ditunjang oleh hadits riwayat Mu’adz bin Jabal  yang menyebutkan: مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ    “orang yang akhir kalamnya adalah akan masuk surga”., ini berarti orang itu masih hidup, bukan mayat, sebab orang mati tidak akan bisa bicara.

1 komentar:

  1. Senoga bpk kyai hj Malik senantiasa sehat selalu dipanjangkan umurnya agar bisa menolong banyak orang yang membutukan pertolonganya dan berhasil atas izin Allah swt amin

    BalasHapus

 

Blogger news

Blogroll

About