Talqin dan Bai’at.
Talqin .
Talqin artinya mengajar; kata talqin berasal dari bahasa Arab yang dalam ilmu shorof di tashrif berbunyi لَقَّنَ يُلَقِّنُ تَلٌقيْناًً artinya mengajar. Kata talqin merupakan bentuk mashdar (infinitif/bentuk nominal yang diturunkan dalam bentuk verba), yang secara etimologis berarti mendikte, mengajar, dan memahamkan secara lisan .
Didalam istilah fikih berarti bimbingan mengucap kalimat ikhlash (la ilaha illa Allah) yang
artinya: tiada Tuhan selain Allah. Atau kalimah syahadat yang diberikan
oleh seorang mukmin kepada seorang mukmin lain yang telah menampakkan
dirinya tanda-tanda kematian atau dalam keadaan sakaratul maut. Tujuan
bimbingan ini adalah untuk mengingatkan orang yang akan meninggal dunia
itu pada tauhid, sehingga akhir ucapan yang
keluar dari padanya adalah la ilaha illa Allah atau akhir ingatannya
kepada Allah semata. Ini semata didasarkan kepada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud yang dinilai shahih oleh Al Hakim dari Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah saw bersabda :
مَنْ كَاْنَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“ Barang siapa yang akhir kalamnya la ilaha illa Allah maka dia masuk surga”.
Dan didasarkan pada hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al Khudri
لَقِّنُوْا مَوْتَاْكُمْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
“ Ajarkanlah olehmu sekalian la ilaha illa Allah kepada orang – orang yang mati (orang-orang yang akan mati)”
.
Dalam riwayat lain dengan pengertian yang sama tidak berbunyi kalamihi melainkan berbunyi qaulihi, sehingga dapat ditafsirkan dengan arti lain, karena sebagian ulama berpendapat bahwa kalam itu bukan dalam arti berbunyi tetapi dalam arti memberi isyatat, artinya dengan isyarat itu dia telah melakukan ma’na yang sama yaitu kandungan la ilaha illa Allah.
Talqin kepada orang yang akan meninggal dunia.
Jumhur (mayoritas) berpendapat bahwa kalimat talqin yang yang diajarkan kepada orang yang akan meninggal dunia itu adalah la ilaha illa Allah saja, ini memang sesuai dengan dohirnya hadits diatas, tetapi sebagian ulama antara lain Al
Qodi Abu Toyyib dalam kitab Al Hawi (yang sempurna /yang menghimpun)
Nashor al Maqdisi dalam kitab Al Kaafy (yang memadai), Al Jurjany dalam
kitab Al Tahir (yang suci), dan Al Syasi dalam kitab Al Mu’tamad (yang standar) berpendapat bahwa kalimat yang di talqinkan itu adalah dua kalimat syahadat, yaitu :
لاَاِلَهَ اِلاَّ اَللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اَللهِ
“Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah”.
Alasannya
maksud talqin ialah mengingatkan orang yang sedang sakit, agar ingat
kepada tauhid dan itu memang berpautan dengan kalimat syahadat. Menurut
Syeh Muhammad Arsyad Al Banjari seorang tokoh madhab Syafi’I dalam kitabnya Sabilul Muhtadin (jalan orang-orang yang mendapat hidayah) tidak di sunahkan menambah kalimat la ilaha illa Allah dan kalimat Muhammad Rasulullah saw karena tidak ada hadits yang menerangkan hal tersebut. Lagi pula yang ditalqin itu adalah orang Islam sehingga tidak diperlukan tambahan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar