Macam macam talqin.
Adapun cara mentalqinkan, menurut madhab Al Syafi’i dan sejumlah ulama lainnya adalah antara lain sebagai berikut :
(1). Dilakukan dengan suara yang lemah lembut,
(2). Tidak mendesak dan memaksakannya untuk mengucapkan kalimat syahadat,
(3).
Tidak dalam bentuk menyuruh: “katakan laa ilaha illa Allah, tetapi
cukup disebut saja kalimat itu sekadar didenagr oleh si sakit agar ia
sadar dan dengan kemauannya sendiri ia mengucapkannya,
(4).
Jika ia sakit sudah mengucapkan kalimat syahadat itu sekali, jangan
diulangi lagi, kecuali jika ia mengucapkan kalimat lain sesudah itu.
Yang diusahakan adalah akhir perkataan yang diucapkan didunia adalah
kalimat tauhid, sebagaimana tujuan dari talqin;
(5).
Orang yang mentalqinkan seyogyanya bukan orang yang akan mewarisi harta
peninggalan si sakit dan bukan pula orang yang dengki padanya atau
musuhnya;
(6)
Jika tidak ada orang yang hadir menjelang ajalnya itu selain dari ahli
waris, orang yang dengki atau musuhnya, maka yang mentalqinkan sebaiknya
salah seorang dari ahli warisnya, dan yang dipilih adalah ahli waris
yang paling sayang kepadanya, demikian juga jika yang hadir hanya
calon-calon ahli waris.
Talqin kepada orang yang sudah meninggal dunia.
Disamping
talqin diberikan kepada orang yang akan meninggal dunia, sebagian ulama
ada pula yang berpendapat bahwa talqin yang dilakukan untuk memberikan
tuntunan kepada orang yang sudah meninggal dunia ketika mayatnya baru
dimasukkan kedalam kubur. Menurut Prof Dr Hamidullah (Guru besar
Ilmu-ilmu ka Islaman dan salah seorang anggota pusat kebudayaan Islam di
Paris), hal ini disebabkan orang Islam percaya bahwa orang yang
meninggal dunia akan didatangi oleh dua malaikat didalam kuburnya. Dua
malaikan ini mengajukan beberapa pertanyaan kepada mayat, karena itu
setelah mayat dikuburkan ada orang yang membacakan sebuah naskah
(talqin) yang berisi tuntunan kepada mayat dalam memberikan jawaban
terhadap pertanyaan malaikat itu.
Diantara isi talqin ini yang terpenting adalah pernyataan (sebuah jawaban atas pertanyaan malaikat) .
Dalam pertanyaan itu مَن رَبُّكَ ؟ siapa Tuhan mu ? . jawabnya adalah اَللهُ رَبِّي Allah Tuhanku .Pertanyaan kedua ما دِيْنُكَ ؟ Apa agamamu ?, maka jawabnya adalah اَلاِسْلاَمُ دِيْنِي Islam agamaku, Pertanyaan ketiga مَنْ نَبِيُّكَ ؟ Siapa Nabimu ? , maka jawabnya adalah مُحَمَّد رَسُوْلَُالله نَبِيِّ Rasulullah adalah Nabiku. Pertanyaan keempat adalah مَاْ كِتَاْبُكَ ؟ Apa Kitabmu ? .maka jawabnya adalah اَلْقُرْاَنْ كِتَاْبِي Al Qur’an Kitabku . Pertanyaan kelima مَاْ قِبْلَتُكَ ؟ Apa Kiblatmu ? .maka jawabnya adalah بَيْتُ اللهِ قِبْلَتيِ Baitullah Kiblatku .Pertanyaan keenam مَن اِخْوَاْنُكَ ؟ siapa saudara-saudaramu ? maka jawabnya adalah اَلْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَاْنيِ semua mukminin adalah saudaraku .
Kemudian ditutup dengan ayat Al Qur’an surat Al Fajr ayat 27
يَاْ أَيَّتٌهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّة اِرْجِعِي اِلَى رَبِّكِ رَاْضِيَةً مَرْضِيََةً فَادْخُلِى فِى عِبَاْدِى وَادْخُلِى جَنَّتِى
“Hai
jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridoi Nya ,Maka masuklah kedalam jama’ah hamba-hambaKu dan masuklah kedalam surgaKu” .
Dasar hukum yang dilakukan untuk mentalqin ini adalah Hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Abu Sa’id al Hudri diatas. Didalam Hadits itu disebutkan لَقِّنُواْ مَوْتَاكُمْ “talqinkanlah mayat-mayatmu” .
Kata (lafadz) maotaa merupakan jamak dari mufrod mayat yang berarti orang yang
sudah meninggal dunia. Ini merupakan makna hakiki (haqiqot) sedangkan
maotaakum diartikan sebagai orang yang akan meninggal dunia (sekarat)
yang merupakan arti majazy (kiasan). Sedangkan dalam kaidah disebutkan:
اَلأَصْلُ فِى الْكَلاَمِ اَلحَْقِيقَة yang asal /pokok dalam perkataan itu
adalah makna hakikat. Oleh karena itu menurut pendapat ini hukum
membaca talqin diatas kubur adalah sunah,tetapi pendapat ini ada
ditentang oleh ulama lain. Menurut yang terakhir ini hadits riwayat Abu
Sa’id al Khudri diatas harus diartikan dengan
makna majazi, yaitu orang yang sudah kelihatan tanda-tanda akan
meninggal dunia. Pendapat ini ditunjang oleh hadits riwayat Mu’adz bin
Jabal yang menyebutkan: مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ “orang
yang akhir kalamnya adalah akan masuk surga”., ini berarti orang itu
masih hidup, bukan mayat, sebab orang mati tidak akan bisa bicara.
Senoga bpk kyai hj Malik senantiasa sehat selalu dipanjangkan umurnya agar bisa menolong banyak orang yang membutukan pertolonganya dan berhasil atas izin Allah swt amin
BalasHapus