TERJEMAHAN SURAH AL-IMRAN 110
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ(110)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik” (QS. Ali Imran 110). Predikat Dari Allah SWT untuk Umat Muhammad
saw
Firman Allah SWT di atas merupakan pernyataan
dari Allah SWT bahwa umat Sayyidina Muhammad saw., yakni kaum muslimin, sebagai
umat yang terbaik di antara umat manusia di muka bumi. Imam Al Qurthubi dalam
tafsirnya mengutip sebuah hadits dari Bahz bin Hakim bahwa tatkala
membaca ayat ini Rasulullah saw. bersabda:
أنتم تتمون سبعين أمة أنتم خيرها و أكرمها عند الله
“Kalian adalah penyempurna dari 70 umat, kalian yang terbaik di
antara mereka dan termulia di sisi Allah” (HR. At Tirmidzi).
Menurut Imam Qurthubi dan Imam Ibnu
Katsir, predikat tersebut sama dengan predikat “ummatan wasathan”
yang Allah sebut dalam firman-Nya:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Al-Baqarah 143)
Berkaitan dengan kondisi umat yang terpuruk
sekarang ini, ada yang bertanya apakah predikat tersebut hanya untuk kaum
muslimin terdahulu, yakni di masa shahabat, ataukah berlaku hingga hari
kiyamat?
Menurut Ibnu Abbas r.a., sebagaimana
dikutip Imam Al Qurthubi, kelompok orang yang berpredikat umat terbaik yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang berhijrah dari Mekkah ke
Madinah, yang ikut dalam perang Badar, dan ikut dalam perjanjian Hudaibiyah.
Namun Umar bin Khaththab mengatakan bahwa siapa saja yang beramal seperti
mereka, levelnya seperti mereka.
Dalam lafazh كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ, ungkapan tersebut ditujukan
kepada umat Nabi Muhammad saw. Lafazh كُنْتُمْ (fi’il madli) tidak
dimaksudkan untuk menyatakan keadaan kaum muslimin pada masa lalu, melainkan
bermakna (antum), artinya: demikianlah Allah SWT membentuk kalian. Hal
ini sama seperti firman Allah SWT.: “wa kaana Allaahu samii’an bashiira.” Yang
tentu tidak diartikan bahwa Allah SWT dulu Maha Mendengar dan Maha Melihat,
sedangkan sekarang sudah tidak demikian keadaannya. Maha suci Allah dari yang
demikian! Oleh karena itu, Imam Az Zamakhsyari dalam tafsirnya Al
Kasysyaf Juz I/392 menyebut dikatakan bahwa dalam ilmu Allah kalian adalah
umat terbaik. Juga, kata beliau, bisa diartikan bahwa kalian disebut-sebut di
kalangan umat-umat terdahulu sebagai khairu ummah. Tentang tak perlu
dipertentangkannya apakah yang terbaik di antara umat Islam ini, yang awal
ataukah yang akhir, Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengutip sebuah
riwayat hadits bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
أمتي كالمطر لا يدري أوله خير أم آخره
“Umatku bagaikan hujan, tak diketahui, yang lebih baik itu yang
pertama ataukah yang terakhir” (HR. Abu Dawud At
Thayalisi dan Abu Isa At Tirmidy).
Lafazh أُخْرِجَتْ لِلنَّاس merupakan sifat dari khairu
ummah, yang artinya ditampilkan atau dimenangkan atas manusia. Ini
menunjukkan bahwa kaum muslimin bukan dibangkitkan untuk umat Islam semata, melainkan
untuk seluruh umat manusia. Sebagaimana Rasulullah saw diutus untuk seluruh
umat manusia, kaum muslimin pun mengikuti perjuangan beliau saw, yakni
mengemban risalah Islam ke seluruh umat manusia.
Firman Allah “kuntum khaira ummah”,
Imam Bukhari berkata: dari Muhammad Bin Yusuf, dari Sufyan Ibn Maysarah, dari
Abi Haazim dari Abi Hurairah Ra, (Kuntum khairo ummah ukrijat linnas) berkata:
“sebaik-baik manusia untuk manusia yang lain yaitu dating kepada mereka dengan
terbelenggu leher-leher mereka sampai mereka masuk ke dalam Islam, dan seperti
ini yang dikatakan oleh Abu Hurairah, Mujahid dan ‘Ithiyah al-‘Ufi. Dapat
berarti pula sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya”.
Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik
manusia yang pandai di antara mereka dan paling bertakwa di antara mereka, dan
menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar,
menyambung tali silaturahim”. (diriwayatkan Imam Ahmad dalam musnadnya).
Penafsiran yang kuat menurut Ibnu
Katsir bahawa sebaik-baik manusia adalah para sahabat yang membersamai
Rasulullah, kemudian seterusnya dan seterusnya. Mereka yang berhijrah bersama
Rasulullah, dari Mekkah ke Madinah, dapat pula berarti generasi awal Islam
kemudian yang meneruskan da’wah Rasulullah s.a.w. yang diperintahkan Allah
kepada kaum Muslimin untuk ditaati mereka.
Khairu Ummah yaitu orang-orang yang
menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan menjauhi dari pada yang mungkar, dan
beriman kepada Allah. Dan termasuk dari pada mereka pula adalah para Mujahid dan
para Syuhada.
Kemudian firman Allah “walau aamana
ahlul kitab” :seandainya orang-orang ahli taurat dan injil dari golongan Yahudi
dan Nasrani membenarkan ke Rasulan Nabi Muhammad S.A.W. yang
demikian itu tidak lain datangnya dari Allah (petunjuk dari Allah).
Laksana khorallahun yakni yang demikian itu lebih baik bagi mereka baik di
dunia mahupun di akhirat. Minhumul mu’minun: yakni ahli kitab dari golongan
orang Nasrani dan Yahudi yang mereka membenarkan Rasulullah s.a.w. dan masuk
islam. Mereka itu yakni Abdullah Bin Salam dan saudaranya, Tsa’labah dan
saudaranya, dan pemuda-pemuda yang beriman kepada Allah dan membenarkan
kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. dan mengikuti apa-apa yang diturunkan kepada mereka
dari Allah, kemudian Firman Allah “wa aktsaruhumul fasiqun”, yakni mereka
kembali kepada agama mereka yakni kereka yang pada mulanya beriman kepada Allah
kemudian beriman kepada apa-apa yang diturunkan Allah kepada nabi-Nya yakni
Muhammad s.a.w. kemudian mereka kembali kepada agama mereka. Mereka itulah
orang-orang fasiq.
PERUMUSAN MASAALAH
Keunggulan umat Terbaik
Keunggulan kaum muslimin yang menjadi umat terbaik ini di antara
umat manusia disebut oleh Abu Hurairah r.a. (lihat Al Qurthubi,
idem) dalam ucapannya:
نحن خير الناس نسوقهم بالسلاسل إلى الإسلام
“Kami adalah yang terbaik di antara manusia, kami mengarahkan
mereka untuk menapaki jalan mendaki menuju kepada Islam”.
Dan dengan cepatnya umat terbaik yang senantiasa
membimbing umat manusia ke jalan Islam, mengemban dakwah Islam ke seluruh
penjuru dunia, membuka berbagai wilayah bagi tegaknya kedaulatan Islam, serta
mendapati umat manusia dari berbagai bangsa, bahasa, negara, dan adat istiadat
menerima Islam sebagai keyakinan dan tataaturan hukum buat kehidupan mereka.
Mereka mengarahkan pikiran umat manusia dengan
cara yang argumentatif logis sebagaimana diajarkan oleh Allah SWT agar
senantiasa mengajak manusia berpikir dengan bukti-bukti yang nyata, yakni
dakwah bil hikmah (QS. An Nahl 125).
Apabila ada halangan fisik terhadap dakwah,
mereka dengan gagah berani menyingkirkan halangan fisik itu dengan jihad fi
sabilillah. Dan karena mereka adalah manusia unggulan, dalam perang pemikiran
maupun perang fisik pun mereka senantiasa unggul. Allah SWT menjamin kualitas
unggulan mereka dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ(65)
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’min itu untuk berperang.
Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu,
mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan
orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” (QS. Al Anfaal 65).
Jelaslah bahwa kualitas umat terbaik itu
dibandingkan dengan orang-orang kafir, atau umat-umat lain, adalah 1 orang
muslim bisa mengalahkan 10 orang kafir. Itu dalam kondisi prima, dalam kondisi
kaum muslimin ada kelemahan, Allah SWT masih memberikan garansi bahwa kaum
muslimin akan sanggup mengalahkan kekuatan orang kafir yang jumlahnya dua kali
lipat kekuatan mereka (QS. Al Anfaal 66). Dan sebab orang-orang kafir
itu kalah adalah karena mereka adalah kaum yang tak mengerti.
Syarat Unggulan Umat Terbaik
Mujahid, sebagaimana dikutip Imam
Al Qurthubi, mengatakan bahwa keunggulan umat Islam itu dengan syarat memenuhi
sifat-sifat yang disebut dalam ayat itu. Ada tiga sifat yang dimiliki oleh umat
pengemban risalah Muhammad saw ini yang menyertai predikat anugerah Allah SWT
sebagai umat yang terbaik, yakni: (1). Menyuruh kepada yang ma’ruf, (2).
Mencegah dari yang munkar, (3). Beriman kepada Allah SWT, sebagaimana
terdapat dalam lafazh:
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“kalian menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah”.
Itulah tiga sifat yang menjadi unsur-unsur
kebaikan umat Muhammad saw. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa iman kepada
Allah SWT tentu harus ada terlebih dahulu sebelum dua hal yang lain., yakni
amar ma’ruf dan nahi munkar. Demikian pula, umat yang terbaik itu mesti iman
kepada risalah Islam. Sebab aktivitas amar ma’ruf nahi munkar tidak ditentukan
oleh tradisi masyarakat, melainkan oleh syariat yang diturunkan Allah SWT.
Menurut Imam Az Zamakhsyari (idem),
penyebutan iman kepada Allah SWT dalam ayat ini berarti juga termasuk iman
kepada segala yang diwajibkan oleh iman kepada Allah SWT, seperti iman kepada
Rasul-Nya, Kitab-Nya, hari kebangkitan, hari perhitungan, pahala dan siksa, dan
lain-lain. Menurutnya, jika tidak disertai iman kepada itu semua belum
terhitung sebagai iman kepada Allah SWT. Beliau melandasinya dengan firman
Allah SWT:
وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا(150)أُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ حَقًّا
“…mereka mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami
kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu)
mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah
orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan (QS. An Nisa 150-151).
Dalam konteks kekinian, ketertarikan sebagian
umat Islam –lantaran kedangkalan mereka terhadap pengertian aqidah Islam
sebagai pandangan hidup mereka—kepada ideologi dan sistem hidup selain Islam,
seperti sosialisme, komunisme, sekularisme, kapitalisme, dan lain-lain
pandangan hidup yang bertentangan dengan Islam, bisa menjadikan mereka
tergelincir dari keimanan kepada Al;lah SWT yang sebenarnya. Dan pada
gilirannya, mereka tak bakal menemukan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di
bawah naungan Islam. Apalagi mendapatlkan gelar umat terbaik. Sungguh jauh
panggang dari api!
Dalam mengulas ayat tersebut, Imam Ibnu
Katsir dalam tafsirnya menyertakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad bahwa Durrah binti Abi Lahab berkata bahwa seseorang bertanya kepada
Rasulullah saw sewaktu beliau berpidato di atas mimbar : “Siapakah orang
yang terbaik, ya Rasulullah? Rasulullah saw menjawab:
خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَأُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ لِلَّهِ وَآمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنِ المُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحْمِ
“Manusia yang terbaik adalah manusia yang paling banyak membaca,
paling bertaqwa kepada Allah SWT, paling giat melakukan amar ma’ruf nahi munkar
dan paling suka bersilaturrahmi.”
Dari sini bisa kita pahami bahwa orang yang
terbaik adalah yang banyak pengertiannya (karena aktivitas membacanya) dan
paling memiliki sikap taqwa, yakni menjalankan perintah Allah SWT dan
larangan-Nya. Itu secara pribadi. Secara komunal, dia berperanan menegakkan
amar ma’ruf nahi mungkar, yakni membentuk sistem agar perintah dan larangan
Allah SWT menjadi standar umum di masyarakat dalam rangka mengatur interaksi
antar individu anggota masyarakat. Juga ia paling gemar melakukan silaturrahmi,
meningkatkan hubungkan antar karib kerabat yang merupakan salah satu kewajiban
Islam.
Ringkas kata, dia adalah orang yang senantiasa
berbuat baik dalam pandangan syari’at Islam, baik untuk dirinya, maupun untuk
umat manusia. Al Qurthubi mengutip sebuah hadits yang menyebutkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda:
خير الناس من طال عمره وحسن عمله و شر الناس من طال عمره و ساء عمله
“Sebaik-baik orang adalah orang yang berumur panjang dan baik
amalnya dan seburuk-buruk orang adalah yang panjang umurnya dan buruk
perbuatannya”.
Al-Amru Bil Ma’ruf Wa Al-Nahyu ‘Anil Munkar
Kata amar
merupakan bentuk yang dapat difahami bahawasanya itu menandakan adanya
perintah, seperti yang dikatakan kepada orang lain seperti afal,kata ini mengisyaratkan agar perintah tersebut mesti
dikerjakan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah di dalam
kitabnya Majmu’ Fatawa menyebut pengertian amar
yaitu:
Artinya: “Sesungguhnya perintah (al-amr)
yaitu menuntut dan kehendak untuk melakukan sesuatu perbuatan”.
Makna ma’ruf secara bahasa kebanyakan
berputar di atas makna ‘semua perkara yang diketahui dan dimaklumi oleh manusia
satu dengan yang lainnya dan mereka tidak mengingkarinya’. Adapun secara
istilah,ma’ruf bermakna ‘semua perkara yang diketahui, diperintahkan, dan
dipuji pelakunya oleh syari’at, maka masuk di dalamnya semua bentuk ketaatan,
dan yang paling utamanya adalah beriman kepada Allah Taala, dan
mentauhidkan-nya.
Sementara pengertian an-nahyu menurut Syaikhul Islam Ibnu
Taimiah yaitu:
“Dan an nahyu yaitu per,mintaan atau
kehendak untuk meninggalkannya”.
Munkar secara bahasa, maka maknanya
kebanyakan berputar di atas makna ‘semua perkara yang tidak diketahui dan tidak
diakui oleh manusia dan mereka mengingkarinya’. Adapun secara istilah, munkar
adalah ‘semua perkara yang diingkari, dilarang, dicela, dan dicela pelakunya
oleh syari’at, maka masuk di dalamnya semua bentuk maksiat dan bid’ah, dan yang
paling jeleknya adalah kesyirikan kepada Allah –‘Azza wa Jalla-, mengingkari
keesaan-Nya dalam peribadahan atau ketuhanan-Nya atau pada nama-nama dan
sifat-sifatNya’.
[Lihat Al-Qaulul Bayyinul Azhhar
hal,8-12]
Hukum Al-Amru bil Ma’ruf dan an-Nahyu ‘Anil Munkar
Menurut Ibnu Taimiah,Hukum al-Amru bil
Ma’ruf dan an-Nahyu ‘Anil Munkar adalah Fardhu Kifayah, yakni tidak diwajibkan
kepada setiap orang, jika delaksanakan oleh sebahagian orang maka gugurlah
kewajipan tersebut.
Analisis Terhadap Permasahalaan
Dari
pemaparan di atas dapatlah kita tarik beberapa kesimpulan
1.
Da’wah secara bahasa berarti memanggil, mengundang. Sementara menurut istilah
dapat berarti “da’wah adalah sebagai satu upaya, proses menuju Islam Kaffah,
sebagai cara hidup total dalam satu bingkai harakatud-da’wah yang memiliki
dimensi bina’an dan difa’an.”
2.
Sementara al-amru bil ma’ruf wa an-nahyu ‘anil munkar secara ringkas dapat
berarti memerintahkan atau menyuruh kepada yang ma’ruf (baik) dan mencegah dari
perbuatan yang munkar.
3.Hukum
al-amru bil ma’ruf wa an-nahyu ‘anil munkar menurut syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah adalah fardhu kifayah.
4.
Sementara tafsir surah Ali Imran ayat 110 dan secara garis besarnya berkisar
dalam masalah perintah untuk berda’wah, yakni berda’wah kepada kebaikan: da’wah
kepada tauhidullah, dan amar ma’ruh nahi munkar.
Jelaslah kini mengapa kaum muslimin disebut Allah SWT sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ (umat terbaik) dan أُمَّةً وَسَطًا(umat yang adil dan pilihan), yakni lantaran umat ini
beriman kepada Allah SWT yang telah menurunkan syariat Islam yang paripurna
(QS. Al-Maidah : 3) kepada rasul-Nya Muhammad saw, serta senantiasa menegakkan
pelaksanaan syariat Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan
lil ‘alamin) dengan aktivitas ”amar ma’ruf nahi munkar”. Jika
umat ini masih memiliki unsur-unsur kebaikan umat tersebut, maka predikat
terbaik dan pilihan tersebut tentu masih lekat. Sebaliknya jika sifat itu
hilang, layaklah predikat itu tak tersandang lagi.